Tradisi Unik Lampung, Ruwat Bumi Sebagai Bentuk Rasa Syukur

Warga Desa Sumur Kumbang berkumpul dan makan bersama di halaman masjid (foto: gemapos/ Dok. Pemkab Lamsel)
Warga Desa Sumur Kumbang berkumpul dan makan bersama di halaman masjid (foto: gemapos/ Dok. Pemkab Lamsel)

BeritaLampung.id (Balam) – Upcara adat satu ini berasal dari Provinsi Lampung, tradisi ini masih berlangsung dari zaman nenek moyang hingga saat ini. Tradisi tersebut bernama Upacara Adat Ruwat Bumi, dimana upacara tersebut sebagai bentuk rasa syukur warga Lampung atas hasil bumi yang diperoleh. Upacara Adat Ruwat Bumi ini masih berlangsung di Desa Sumur Kumbang, Kalianda, Lampung Selatan.

Tradisi Ruwat Bumi ini bermula pada tahun 1837, terdapat cerita yang melegenda dibalik tradisi Ruwat Bumi tersebut. Orang terdahulu mengatakan bahwa Desa Sumur Kumbang sangat rawan penyakit, secara tiba – tiba menyerang orang yang menanam segala jenis tanaman tanpa permisi. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya hal sial dan kemalangan lainnya, orang zaman dulu melakukan ritual Upacara Adat Ruwat Bumi. Ritual tersebut juga menyiapkan sesajen atau persembahan untuk diberikan kepada roh – roh terdahulu.

Sesepuh Desa Sumur Kumbang, Santika atau akrab disapa abah ini menjelaskan ritual tradisi Ruwat Bumi ini dimulai dari bulan Muharam selama 6 Kamis dan 1 Jumat. Setiap hari Kamis sore para sesepuh desa akan berkumpul di halaman masjid untuk membaca syekh yang merupakan awal dari ritual Ruwat Bumi. Setelah ritual selesai, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Pada hari ke-7 pelaksanaan Upacara Adat Ruwat Bumi akan dilaksanakan di hari Jumat dimana seluruh warga desa akan berbondong – bondong ke masjid untuk melaksanakan upacara adat.

“Dimulainya bulan Muharam, setiap hari Kamis sore itu diadain baca syekh selama 6 Kamis itu hanya sesepuh-sesepuhnya yang bisa baca syekh itu. Terakhir di hari ke-7 itu diadakannya di hari Jumat, semua seluruh warga makan bersama di Masjid. Karena kebetulan masjid ini adalah center desa, berada ditengah-tengah desa,” ujar Abah Santika beberapa waktu lalu.

Hal menarik terdapat pada tradisi ini yaitu, khusus bulan Muharam masyarakat setempat tidak diperbolehkan untuk membawa hasil dari kebun, khususnya sejenis kayu bakar diatas jam 11 siang ke rumah. Warga akan mengumpulkan kayu bakar yang dibawa di lokasi yang sudah ditentukan oleh sesepuh desa. Menurut kepercayaan warga setempat, bila melanggar aturan akan terjadi kesialan atau kemalangan kepada si pembawa atau desa tersebut. (isy)