Tanah Diduga Diserobot Mafia, Warga Desa Malang Sari Demo Minta Usut

Puluhan warga Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan menggelar demonstrasi di Tugu Adipura pada Selasa (19/7/2022) siang. (net)
Puluhan warga Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan menggelar demonstrasi di Tugu Adipura pada Selasa (19/7/2022) siang. (net)

BeritaLampung.id - Puluhan warga Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan menggelar demonstrasi di Tugu Adipura pada Selasa (19/7/2022).

Para warga itu menuntut hak kepemilikan tanah mereka yang diklaim sepihak oleh pihak lain. Mereka juga menuntut pemerintah mengusut dugaan penyerobotan lahan mereka oleh mafia tanah.

Warga menyatakan, 10 hektar lahan mereka telah dibuat sertifikat sepihak oleh oknum yang diduga merupakan sindikat mafia tanah.

"Kami hanya mencari keadilan bagaimana bisa tanah yang telah kami tinggali dari 1997 tiba-tiba diklaim dan bersertifikat atas nama orang lain," kata Hartini, salah satu perwakilan warga Desa Malang Sari.

Selanjutnya, perwakilan warga lain, Ilham mengaku bingung, lantaran lahan yang puluhan tahun dimiliki warga tiba-tiba disertifikatkan orang lain. Padahal lahan itu tidak pernah dijual.

"Nggak pernah ada yang jual, yang ikut di sini nggak ada yang jual lahannya," kata Ilham. 

Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung Sumaindra Jawardi yang mendampingi warga mengatakan bahwa penyerobotan tanah dengan luas 10 hektare di Desa Malang Sari Kecamatan Tanjungsari, Lampung Selatan tersebut telah berdampak pada 34 kepala kuarga (KK) di sana.

"Ada 34 KK yang kediamannya atau tanahnya telah bersertifikat atas nama orang lain, padahal kami telah tinggal di sana puluhan tahun. Bahkan kami tidak tahu menahu dan menjual tanah kepada siapapun," ujarnnya

Menurut Sumaindra, dalam kasus ini ada dugaan pemalsuan penerbitan sertifikat tanah. Dia membeberkan modus pemalsuan itu dilakukan dengan memalsukan tanda tangan pengesahan saksi batas pada lahan Desa Malang Sari. 

"Empat orang saksi yang tanda tangannya tertera di pengesahan itu sudah meninggal dunia," kata Sumaindra.

Sumaindra menjelaskan, lahan yang menjadi subjek masalah mencapai 10 hektare dan terdiri dari enam sertifikat tanah. 

"Terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses penerbitan 6 sertifikat tanah oleh BPN Lampung Selatan atas nama AM. Karena masyarakat tidak pernah menjual tanah tersebut, tapi kemudian kenapa bisa terbit atas nama orang lain," kata dia

Kemudian, lanjut dia, hak atas kepemilikan tanah warga Desa Malang Sari, dibuktikan dengan penyertifikatan tanah secara sporadik yang mereka miliki.

"Mereka memiliki sporadik. Pada tahun 1997-1998 warga telah menduduki lahan Register 40 Gedongwani dan mulai membangun rumah, masjid dan lainnya, lalu di tahun 2000 ada pelepasan area kawasan hutan di Provinsi Lampung," terangnya.

Menurut dia, pelepasan area kawasan hutan tersebutlah yang menjadi masalah karena masyarakat Malang Sari tidak pernah tahu objek lahan yang mereka duduki saat ini sudah dilepaskan dan pada tahun 2020 objek tanah 34 KK tersebut telah dipalang milik orang lain.

Oleh sebab itu, LBH Bandarlampung mempertanyakan proses penerbitan sertifikat tanah oleh BPN Lampung Selatan karena di dalam dokumen disebutkan status tanah tersebut adalah tanah perladangan.

"Maka kami mendorong BPN Lampung Selatan dan Kanwil ATR/BPN Provinsi Lampung untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Apalagi Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto,  punya komitmen terhadap pemberantasan mafia tanah," kata dia.

Kasus pemalsuan ini sendiri sudah dilaporkan ke kepolisian pada 13 April 2022 lalu dengan nomor laporan LP/B/414/V/2022/SPKT/POLRES LAMPUNG SELATAN/POLDA LAMPUNG.

Sumaindra mengatakan, dalam laporan tersebut dilaporkan peristiwa pidana sebagaimana Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. 

"Perkembangannya laporan sekarang sudah dilimpahkan ke Polda Lampung, dan kita sudah koordinasi dengan penyidik ada beberapa hal yakni minta BAP ulang untuk melengkapi penyidikan dan gelar perkara," kata Sumaindra. (wn)